Anggota Dewan...... sesuatu yang dibilang,
Prestisius, terhormat, status sosial tinggi, ditambah pasilitas dan keperluan
dicukupi, hidup dan kehidupan benar-benar dilayani oleh negara. Siapa yang
tidak tergiur dan terobsesi dengan itu semua, sebagai manusia normal pasti
menginginkannya.
Namun
sebagai manusia yang diciptakan Tuhan sebagai mahkluk yang mulia, diantara
mahkluk ciptaannya, apakah manusia ini konsepnya mulia mengejar obsesi
tersebut. Tergantung pakem sepertinya.
Belum lagi penghasilan tetap yang diterima
sebagai anggota dewan setiap bulannya, dan tetek bengek lainnya dalam satu
tahun, masih bisa membawa pulang dengan jumlah yang cukup pantastis.
Apalagi
jika anggota dewan yang diliputi oleh nafsu, maka hasilnya akan jauh lebih gila
lagi. Naah... dengan status yang disandang, ditambah penghasilan dan indikasi yang bisa saja
terjadi, maka menjadi anggota dewan tidak ada ruginya, bahkan bisa sebanding berbalik dengan modal yang
dikeluarkan ketika mencalonkan menjadi anggota dewan.
Maka tidak heran, segala upaya dari cara-cara rasional dan tak rasional akan
ditempuh oleh calon anggota dewan yang konsepnya nafsu. Dan lebih tidak heran
lagi setelah menjadi anggota dewan dengan cara tak rasional, ketika sidang berlangsung,
yang tampak hanya kursinya. Keberadaan mesin absensi yang super canggih, masih
bisa ditipu bahwa anggota dewan yang gaib tersebut menunjukan tanda hadir, dan cukup disiplin.
Betul, tidak semua calon angota dewan
terobsesi dari nafsu, ada juga wawasan dan intelektual yang dimilki berusaha
mengabdi mewakili rakyat. Namun tidak sedikit pula calon anggota dewan yang
berhitung dari hasil yang akan diperolehnya. Untuk anggota dewan perwakilan
rakyat dengan posisi termiskin di fraksinya, masih bisa membawa pulang milyaran
rupiah setiap tahunnya. Dan itu adalah haknya, sesuai UU.