C E R P E N
Keberhasilan Sebuah Betel di Kampung
Skendi Pu Cerita
Hampir
tiap pagi dan sore terdengar bunyi betel ,teman teman dikampung skendi selalu
berkata sedikit demi sedikit batu yang di pecah akan menjadi banyak. Seperti
biasa aku bergegas mengambil,betel,martelu,linggis untuk melakukan aktifitas
rutinritasku memecah batu.Di tengah sunyi Kampung Skendi sesekali terdengar teriakan
anak anak kecil yang sedang bermain, aku juga melihat asap api sepertinya
seorang petani sedang membersihkan kebunnya.
Aku
memandang tempat di sekitarku. Semuanya terlihat asing bagiku,aku baru seminggu
tinggal di kampung Skendi. Delapan tahun aku hidup di kota study Jogjakarta
untuk menampung segala ilmu. Bila melihat jauh ke belakang, banyak orang
mengejar ilmu untuk mengubah nasip keluarga,kelompok, lingkungan di mana mereka
berada
Kala
itu kehadiranku di kampung Skendi hanya mengikuti ajakan seseorang teman yang
aku kenal di kota study jogjakarta, Seluruh masyarakat kampung skendi terherang
melihatku, Di tahun 2012 untuk pertama kalinya aku tinggal di kampung Skendi,
di Skendi aku tak mengenal masyarakat kampung ini. Untuk memulai kehidupan di
Skendi aku tinggal di Goa Batu (Klawata) aku hanya menambah lima lembar daun
sen untuk di jadikan dindin Goa batu ini.
Hari
pertama memulai aktifitas untuk memecah batu, aku hanya memanaskan air panas
dengan botol aqua sedang, jika di saat saat aku sedang memecah batu kelaparan
menhampiri maka aku kembali memanaskan air dengan mengunakan botol mineral
aqua. Beberapa menit air terasa hangat berlahan aku membuka mie instan dan
memasukan air hangat itu kedalamnya.
Dua
minggu bertahan dengan botol mineral
untuk kelangsungan hidup, batu hasil pecahanku terlihat banyak dan tak
di sadari ada yang datang membelinya. Tanya si pembeli,berapa harga batu,800
ribu untuk satu ret jawabku.aku ambil dua ret jawab si pembeli ini.
Sekarang
aku sudah punya uang 1.600 ribu dan tak mau lagi aku harus mencari botol aqua
yang di buang pemilik setelah menhabiskan airnya. Maka dengan uang yang ada aku
membelikan peralatan masakku yang sangat aku butuhkan. Selama 8 bulan hidup di Goa batu (klawata)
jika malam hari aku hanya mengunakan lilin untuk menerangi disaat aku mau
beristirahat dan jika lilinya terbakar habis maka suasa terlihat gelap.
Sebenarnya
aku telah terjebak bersama orang yang tidak bermoral dan Ibadah hanya mereka
jadikan topen untuk menutup wajah kemunafikan.
Jeritan
hati hanya terdengar oleh alam. Segudang pertanyaan masih terpendam dan
membekas sebuah noda yang tak bisa hilang. Sudah ada sebuah jawaban yang
semakin menusuk hati sehingga timbul rasa benci yang mendalam.
Aku
tidak memilih menjadi sosok pemecah Batu, aku muak mengikuti ajakan seseorang yang 4 tahun telah pergi meninggalkanku . Seluruh
pengobarnan yang aku telah lakukan dibalas dengan duri , bahasa manisnya kala
itu aku terpaksa mengubur semua mimpi, cita-cita, harapan dan semua yang ada di
dalam imajinasi kecilku.
Aku ditinggal pergi
seseorang saat itu aku dibuat bingung dengan berbagai pilihan, sementara aku juga
orang baru di tempat ini dan tidak begitu dikenal, aku harus memilih
antara kembali ke fakfak atau tetap menetap di kampung Skendi dalam keadaan
sendiri.
Aku memang bukan seorang
anak yang terlahir dari keluarga yang kaya raya, aku hanya anak kampung yang
terlahir dari keluarga sederhana, ayahku guru dan telah pension 8 tahun lalu, sedangkan Ibuku
hanya sebagai ibu rumah tangga.
Sedih memang, tapi aku coba
untuk ihklas menjalani kehidupan di negeri 1001 sunggai. Aku masih percaya akan
sebuah keajaiban dan mukjizat yang datangnya dari Allah, aku berusahan sekuat
tenaga dan terus berdoa. Agar aku bisa menunjukan pada dunia bahwa aku bisa
berhasil dengan caraku sendiri.
akhirnya
sekarang aku tinggal seorang diri di Kampung Skendi Kabupaten Sorong Selatan.“Terima
kasih atas semua cerita hidup yang ku dapat saat ini, aku menyadari kenangan bukan
tentang bagaimana kita mengingat, tapi mewujudkannya dalam bentuk tulisan untuk
mengabadikannya.CS