Teminabuan - Menjelang
pemilihan umum (pemilu) yang makin dekat, partai-partai politik dan tokoh-tokoh
berpengaruh mulai maju dalam pileg dan sudah
mulai bersiap-siap pasang kuda-kuda.
BACA JUGA : Jangan saling menjatuhkan yang lain ( Pileg)
Jika diperhatikan dari
efektifitas sebuah kampanye, mungkin dapat disebutkan, mereka sesungguhnya sudah
berkampanye, mulai turun ke desa-desa, untuk melemparkan program dan
harapan-harapan ketika dirinya terpilih sebagai anggota legislatif nantinya.
melalui dari mensos. masih sulit dicerna rakyat biasa. Bahasa yang
diucapkan masih bergaya puisi.
Minggu yang lalu, seorang
tetangga saya, lulusan S2 dari sebuah perguruan tinggi di USA, datang bertanya
kepada saya makna dari “ruang” yang dipergunakan dalam kampanye politik seorang
tokoh . Katanya, tokoh politik itu kira-kira mengatakan “untuk
pembangunan kita memerlukan sebuah ‘ruang’ yang aman dan damai……”. Saya hanya
tersenyum, tidak memberi sesuatu jawaban. Nah, kalau teman saya ini belum dapat
mengerti istilah yang dipergunakan, bagaimana lagi dengan rakyat umum di
desa-desa dan kota-kota’ Kalau rakyat tidak tahu apa yang dikatakan, untuk apa
ada kampanye?
LIHAT JUGA : Lima Warna Surat Suara Pemilu 2019
Pertanyaan yang perlu kita
kemukakan, apa yang menjadi tujuan dari kampanye itu? Apakah sekedar untuk
popularitas dengan sering tampil, atau untuk meningkatkan elektabilitas?
Istilah popularitas dan elektabilitas dalam masyarakat memang sering
disamaartikan. Padahal keduanya mempunyai makna dan konotasi yang berbeda,
meskipun keduanya mempunyai kedekatan dan korelasi yang besar.
LIHAT JUGA : ASTER KAMPUNG WOLOIN DISTRIK SEREMUK
Popularitas lebih banyak
berhubungan dengan dikenalnya seseorang, baik dalam arti positif, ataupun
negatif. Sementara elektabilitas berarti kesediaan orang memilihnya untuk
jabatan tertentu. Artinya, elektabilitas berkaitan dengan jenis jabatan yang
ingin diraih. Elektabiltas untuk menjadi gubernur tidak sama dengan
elektabilitas untuk jabatan Ketua PSSI.
LIHAT JUGA : KUMPULAN FOTO FOTO KAMPANYE
Dalam masyarakat, sering
diartikan, orang yang populer dianggap mempunyai elektabilitas yang tinggi.
Sebaliknya, seorang yang mempunyai elektabilitas tinggi adalah orang yang
populer. Memang kedua konstatasi ini ada benarnya. Tapi tidak selalu demikian.
Popularitas dan elektabilitas tidak selalu berjalan seiring. Adakalanya
berbalikan.
BACA JUGA : INFO PARTAI HANURA
Orang menjadi popular karena
sering tampil di depan umum. Sering terlibat dengan persoalan-persoalan publik.
Bagaimana dia tampil, merupakan persoalan lanjutan untuk menilai
elektabilitasnya. Kalau tampilnya sebagai pelaku kriminal, sebagai koruptor
atau karena tindakan yang melanggar etika publik, maka pengaruhnya terhadap
elektabilitas tentu saja negatif.
BACA JUGA : KEINGINAN MASYARAKAT IMEKKO
Aceng Fikri sekarang sudah
menjadi sangat populer. Sudah dikenal secara meluas, mulai dari orang kecil
dikaki gunung, sampai ke Jokowidodo di istana Negara. Tapi apakah dia memiliki
elektabilitas untuk maju?
BACA JUGA : PARTAI HANURA PUNYA FRAKSI
Orang yang memiliki
elektabilitas tinggi adalah orang yang dikenal baik secara meluas dalam
masyarakat. Namun untuk dapat dikenal secara luas, perlu ada usaha untuk memperkenalkan.
Di sini publikasi dan kampanye memegang peranan penting. Ada orang baik, yang
memiliki kinerja tinggi dalam bidang yang ada hubungannya dengan jabatan publik
yang ingin dicapai, tapi karena tidak ada yang memperkenalkan menjadi tidak
elektabel. Sebaliknya, orang yang berprestasi tinggi dalam bidang yang tidak
ada hubungannya dengan jabatan publik, boleh jadi mempunyai elektabilitas
tinggi karena ada yang mempopulerkannya secara tepat.
BACA JUGA : PALANTIKAN PAC-PAR DAPIL 1
Maka itu, dalam hal ini
tergantung pada dua aspek. Pertama, teknik kampanye yang dipergunakan. Kedua,
tingkat kematangan masyarakat. Dalam masyarakat yang belum berkembang,
kecocokan profesi tidak menjadi persoalan. Sementara dalam masyarakat yang
relative maju professi calon menjadi cukup penting.
BACA JUGA : PALANTIKAN PAC-PAR DAPIL 2
Uraian ini perlu dikemukakan
dengan maksud untuk memperjelas bagi mereka yang ingin maju sebagai calon anggota
Legislatif pada waktu yang akan datang.
Begitu juga bagi juru kampanyenya.
BACA JUGA : PALANTIKAN PAC-PAR DAPIL 3
Yang perlu diingat, tidak
semua kampanye berhasil meningkatkan elektabilitas. Ada kampanye yang
menyentuh, ada kampanye yang tidak menyentuh kepentingan rakyat. Kampanye yang
menyentuh kapentingan rakyat bisa diharapkan dapat meningkatkan elektabilitas.
Tapi kampanye asal kampanye, tanpa menampilkan kinerja tokoh atau menggunakan
kata-kata yang tidak relevan atau yang tidak dapat dipahami rakyat, nampaknya
dapat berakibat pada “arang habis, besi binasa”.
BACA JUGA : PALANTIKAN PAC-PAR DAPIL 4
Sementara itu ada kampanye
yang berkedok sebagai survei, dengan tujuan untuk mempengaruhi orang yang sulit
membuat keputusan dan sekaligus mematahkan semangat lawan. Kampanye seperti ini
jika dilakukan secara periodik, dengan hasil yang sudah didesain, sering kali
sangat efektif. Tetapi teknik kampanye seperti ini dapat merusakkan image
survei di mata masyarakat pada masa yang akan datang. Secara ilmiah dapat
dipandang sebagai pengkhianatan terhadap ilmu pengetahuan. Karena itu,
pemerintah perlu melarang.CS